cerpen liapais : sederhana

SEDERHANA
oleh: liapais

Kota jogja hari ini dihiasi mendung tipis dan gerimis yang mulai reda. Pohon-pohon nampak lebih hijau dipagi ini, beberapa rumput dan ilalang dipinggir jalan tergoyang sebab hembusan angin tipis. Aku di atas motor vespa dengan helm klasik mengintari jalanan yang setegah basah. Di samping kanan kiri jalan yang kulalui terbentang sawah dengan hijau padi yang subur dan menyegarkan mata. Tanganku menari-nari diatas angin dengan beberapakali sambil bernyanyi dan sambil tertawa bersama andi. Pacarku mulai dari lima hari yang lalu.

Andi mengajakku berkeliling, entah desa siapa saja yang dilalui. Andi sesekali bercerita tentang petani yang gagal panen sebab banyak hama tapi dia juga bercerita tentang panen petani yang sukses sampai membeli motor seperti membeli permen. Aku menyimak dengan tenang setiap suaranya. Dia pandai menjelaskan segala hal dengan tidak rumit dan sederhana kupahami.

Sampai akhirnya kita berhenti, bukan dengan pemandangan sawah lagi tapi kini bukit yang hijau dengan beberapa ilalang yang lalu lalang tergoyang angin. Andi mengajakku duduk di atas bukit itu, dan aku menurut dan mengikuti langkah kakinya yang besar-besar. Mendaki bukit yang lumayan tinggi ini tidak menguras tenaga. Hanya aku merasa lebih haus dan mengantuk sebab angin terlalu sepoi dan pemandangan terlalu menyejukkan.

Andi tidur terlentang di bawah langit, matanya terpejam. beberapakali nafasnya dalam dan aku tak tau apa yang dia pikirkan. Kakiku kutekuk, lututku kupeluk kepalaku bersandar pada kakiku yang kulingkari tangan. Kita sama-sama diam dalam beberapa waktu yang cukup lama, sampai akhirnya aku mendengar dengkuran andi, rupanya ia tertidur dari tadi.

Aku mencoba menelisih wajahnya, rambutnya yang agak ikal dan mulai gondrong, janggutnya yang mulai ditumbuhi rambut, kumisnya yang tumbuh tipis-tipis. Matanya yang dikelilingi lingkar hitam dan kulitnya yang putih serta bibinya yang cukup lucu bagiku. Tanganku bergerak menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya. Tidurnya nampak damai sekali aku sampai iri dengan mimpinya yang menghampiri.

Aku menikmati dengan lekat manusia di depanku ini. manusia sederhana dengan beribu hal yang tidak kuduga. Manusia dengan penuh rahasia tapi dia tak segan membagikan beberapa denganku. Manusia yang baru kutemui awal bulan ini dan sudah menjadikan aku manusia paling bahagia di tengah bulan ini. entah, bagiku saat melihatnya hanya rasa syukur yang kudapatkan.

Dia terbangun, matanya menyipit melihat mataku, bibirnya tersenyum

“maaf ketiduran”

Aku hanya membalas dengan senyuman. Dia bangun dan sesekali mengucek mata lalu menatap mataku dengan matanya.

“kamu suka?” aku mengangguk dan tersenyum.

Andi bangun dari duduknya dan berdiri menengadah langit. Tanggannya memalang dan berteriak sekencangnya.
“aaaaaa”
Lalu dia tertawa dengan keras dan menengokku ke bawah. Kepalaku mendongak menatapnya, lalu aku melempar tanya

“ngapain kaya gitu?”

“lia, ini menyenangkan”

“apa yang membuatmu senang?”

“entah, tidak beralasan”

Lalu aku terheran dan dia duduk bersila merapatkan pantatnya denganku. Lalu dia meletakkan kepalanya di pundakku. Aku agak kaget dengan gerakannya yang tiba-tiba dan tidak tertebak ini. Dia terpejam lagi

“sebentar”

Aku mematung dan enta ada rasa kaku dan canggung. Aku diam-diam melihat wajahnya yang nampak gagah itu. Tanganku kuberanikan menyentuh hidungnya. Kutoel-toel lembut dan lama-lama karena gemas kucubit dan dia menggerang. Dia melotot,

“salah siapa punya hidung”

Lalu dia tertawa dan mendekap diriku dalam pelukannya.

“lia, kamu tau?” aku belum sempat menjawab sudah dia serobot dengan pernyataannya yang benar
“ah pasti kamu nggak tau”

 “lia, disini tempat yang paling aku sukai, aku awalnya tidak tau tempat ini, tapi saat semuanya runyam aku hanya berjalan saja di jalan, aku sudah tiga hari berjalan di jalanan kota dan justru semakin membuat pikiranku rumit sebab menemukan manusia-manusia dengan beragam sandiwara bahagia. Mereka terbahak di jalan bersama kekasihnya masing-masing dan dibawah temaram lampu kota aku sendirian. Beberapa lampu lalulintas kulewati bahkan beberapa ku terobos sebab sudah menyala kuning. Lia, aku menemukan tempat ini sebab aku saat itu tidak bawa sim dan ada razia polisi, aku masuk di daerah desa sebab menghidari mereka, aku masuk dan tidak tau arah, aku hanya menelusur terus di jalan ini. sampai akhirnya aku menemukan tempat ini sebab bensiku habis dan uangku tipis, disini juga tidak ada penjual bensin dan aku kelelahan, akhirnya aku merebahkan diri di sini. Lia aku tenang disini, entah eku tidur diatas rumput ini seperti dipangku ibu, dan aku melihat langit seperti ditatap ibu. Aku nggak tau ngapain juga cerita kaya gini sama kamu, aku hanya ingin bercerita dengan sederhana denganmu. Kita gausah berlebihan menghadapi hidup, tidak usah terlalu bermegah-megah dalam harta, tidak perlu semua hal yang harus di kota. 

Komentar

Postingan Populer